
Penulis : Ummi Salmaa Fitriyani
Kegiatan Wisata Religi dan Rihlah pada Rabu, 8 Oktober 2025 berlangsung sebagai rangkaian penuh makna yang memadukan ziarah, ibadah berjamaah, dan momen kebersamaan. Keberangkatan dini hari memberi nuansa hening yang kemudian berubah menjadi hangat saat seluruh santri berkumpul untuk sholat Subuh berjamaah di Sunan Drajad; suasana khidmat tampak jelas ketika santri dan pembimbing saling bergandengan dalam doa dan tahlil. Kunjungan ke makam-makam para wali dan tokoh keagamaan tidak hanya menjadi rutinitas ziarah, tetapi juga menjadi kesempatan bagi pembimbing untuk menuturkan kisah-kisah sejarah dan nilai-nilai moral yang melekat pada setiap situs, sehingga santri dapat mengaitkan pelajaran spiritual dengan kehidupan sehari-hari.
Perjalanan dilanjutkan ke Sunan Maulana Ishaq yang memberi ruang untuk sarapan bersama dan refleksi singkat; suasana kekeluargaan terlihat saat peserta saling berbagi makanan dan cerita. Di Wisata Bahari Lamongan (WBL), agenda family time dan sholat Dhuhur-Ashar menghadirkan keseimbangan antara rekreasi dan ibadah—anak-anak tampak riang bermain di area terbuka sementara para pembimbing memanfaatkan waktu untuk menanamkan nilai disiplin dan tanggung jawab. Momen-momen santai ini penting karena memberi kesempatan bagi santri untuk saling mengenal di luar lingkungan formal pondok, memperkuat ukhuwah yang selama ini dibangun di asrama.
Meski banyak hal berjalan lancar, evaluasi lapangan menunjukkan beberapa titik yang perlu mendapat perhatian. Komunikasi pra-keberangkatan perlu diperbaiki agar seluruh pihak, termasuk wali santri dan seluruh santri , menerima informasi yang sama dan lengkap; pengulangan surat edaran hingga tiga kali mengindikasikan perlunya standar pengecekan sebelum distribusi. Di lapangan, penggunaan pengeras suara yang kurang optimal menyebabkan beberapa sesi tahlil dan tausiyah tidak terdengar merata, sehingga pengalaman spiritual menjadi kurang maksimal. Dokumentasi juga memerlukan perbaikan: meskipun foto dan video diambil, banyak momen santri yang terlewat atau tidak sesuai lokasi yang telah dijadwalkan, sehingga arsip kegiatan untuk pondok kurang lengkap. Dari sisi logistik, pemilihan destinasi terakhir menimbulkan beban transportasi tambahan yang dirasakan oleh sebagian peserta; hal ini membuka ruang untuk meninjau ulang rute dan waktu tempuh pada kegiatan berikutnya agar tidak menguras tenaga peserta, terutama santri yang masih muda.
Rekomendasi praktis yang muncul antara lain: menetapkan briefing final yang wajib diikuti seluruh pengurus, membuat checklist perlengkapan dan uji fungsi sebelum berangkat (termasuk sound system), serta menyiapkan tim dokumentasi khusus yang memprioritaskan momen-momen pondok dan penempatan foto bersama sesuai jadwal. Selain itu, penggunaan saluran komunikasi terdokumentasi seperti grup resmi dengan notulen atau daftar hadir digital dapat mengurangi miskomunikasi dan memastikan semua keputusan tercatat.
Aspek administrasi menunjukkan kemajuan yang patut diapresiasi; penyusunan rincian anggaran dan pencatatan nota pembelian dilakukan secara transparan sehingga memudahkan pertanggungjawaban. Namun, inkonsistensi informasi terkait status pembayaran yang muncul sebelum dan sesudah ziarah menegaskan perlunya verifikasi akhir sebelum informasi disampaikan kepada wali santri. Bendahara dan sekretaris disarankan menerapkan prosedur klarifikasi ganda untuk informasi sensitif, serta menyiapkan salinan arsip yang mudah diakses oleh tim inti agar setiap perubahan dapat dilacak dengan cepat. Konsumsi dan pelayanan dasar lain berjalan memadai; nasi kotak tersedia tepat waktu dan memenuhi kebutuhan peserta selama perjalanan. Masukan dari beberapa pihak menyarankan agar menu disederhanakan dan disesuaikan dengan preferensi umum agar mengurangi sisa makanan dan memudahkan distribusi. Kerja sama antar seksi dalam hal ini harus ditingkatkan, mulai dari perencanaan jumlah porsi hingga mekanisme distribusi di lokasi yang berbeda-beda.
Secara keseluruhan, rihlah ini berhasil memberi pengalaman spiritual, edukatif, dan sosial yang berkesan bagi seluruh santri. Kegiatan semacam ini tidak hanya memperkaya wawasan keislaman melalui kunjungan ke situs bersejarah, tetapi juga menguatkan ikatan sosial antar-santri dan pembimbing. Dengan perbaikan pada komunikasi, koordinasi, dokumentasi, dan logistik, penyelenggaraan rihlah berikutnya berpotensi menjadi lebih efisien, nyaman, dan berdampak lebih besar bagi pembinaan karakter santri. Terima kasih kepada seluruh panitia, pembimbing, dan wali santri yang telah berkontribusi; catatan evaluasi ini diharapkan menjadi pijakan untuk menyusun rencana yang lebih matang dan bermakna di masa mendatang.





